Pages

Rabu, 30 Mei 2012

WACANA MENGENAI PENDIDIKAN



PERAN WAWASAN PERSPEKTIF GLOBAL
DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN
PENGELOLAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
oleh Tami in

PENDAHULUAN
Gelombang globalisasi dan kemajuan teknologi saat ini telah memaksa pemerintahan di masing-masing negara mengambil kebijakan membuka pasar dan melakukan liberalisasi perdagangan barang dan jasa, termasuk pula jasa pendidikan. Perdagangan jasa pendidikan tersebut termaktub dalam WTO melalui General Agreement on Trade in Services (GATS), meskipun belum mengatur sepenuhnya regulasi perdagangan jasa pendidikan tersebut.
Sementara itu, sesuai dengan tujuan masing-masing lembaga pendidikan yang ingin mencapai keunggulan kompetitif dan mengglobal, lembaga pendidikan di Indonesia saat ini seolah-olah berlomba-lomba untuk menjadi Sekolah Internasional, Sekolah Bersertifikat ISO 9001:2000, research university, dan world class university. Hal ini mencerminkan tergiurnya dan terperosoknya pendidikan di Indonesia ke jurang liberalisme pendidikan dan sekaligus membuktikan lunturnya fungsi fundamental pendidikan kita.
Memang dalam perspektif global, kita bukan saja sebagai warga negara akan tetapi berperan juga sebagai warga dunia. Mengingat bahwa kita sedang memasuki era globalisasi dan keterbukaan, kita harus tanggap dan peka terhadap suatu peristiwa, seperti peristiwa lembaga pendidikan yang saling berkompetisi mengejar predikat internasional. Tanpa memahami dunia ini, mungkin kita akan tersesat oleh arus globalisasi yang begitu deras. Agar mampu memahami memanfaatkan dunia ini bagi kesejahteraan manusia pada umumnya dan bagi kemajuan pendidikan pada khususnya, maka kita harus berwawasan perspektif global dalam mengambil keputusan terhadap suatu peristiwa.
Bertolak dari pentingnya berwawasan perspektif global dalam pengambilan keputusan pengelolaan pendidikan di Indonesia, maka penulis mengadakan pengkajian terhadap peristiwa tersebut.
Secara umum, kajian ini diarahkan untuk menjawab beberapa permasalahan berikut:
1.   Bagaimana wawasan perspektif global dalam menyoroti perkembangan pendidikan saat ini?
2.   Bagaimana kebijakan arif lembaga pendidikan kaitannya dalam pengelolaan pendidikan menghadapi globalisasi pendidikan?
A. Pentingnya  Perspektif Global dalam Kebijakan di Bidang Pendidikan
Pada tanggal 2 dan 3 Mei 2000 atas prakarsa Asia Europe Meeting (ASEM) di Luxemburg dengan tema “Education In the 21 Century: Education for Knowledge-based Economy” disepakati adanya  sikap menanggapi perubahan besar di dalam kehidupan ekonomi dunia yang perlu dicermati oleh para akademisia, dunia bisnis dan pemerintah untuk merumuskan suatu sinergi kebijakan-kebijakan di dalam bidang pendidikan. Konferensi tingkat tinggi ini dimaksudkan dapat memberikan masukan untuk merumuskan suatu deklarasi pendidikan.
Berdasarkan hasil konferensi tersebut, maka dapat kita cermati bahwa setiap tindakan yang akan diambil dalam menghadapi suatu peristiwa tertentu harus memperhatikan hal-hal lain di luar sana. Dalam artian bisa dikatakan bahwa begitu pentingnya suatu pemikiran global dalam mengambil kebijakan, dalam hal ini adalah bidang pendidikan.
B. Implementasi wawasan berperspektif global menyoroti perkembangan pendidikan
Perkembangan teknologi saat ini adalah liberalisasi pendidikan. Menurut Sekretaris Jenderal Depdiknas, Dodi Nandika, berdasarkan konvensi Dakkar, setiap negara berhak mengajukan batasan bagi masuknya lembaga pendidikan asing dan membuka dunia pendidikannya secara bertahap
Dalam perjalanannya, pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah mengalami perkembangan, akan tetapi dengan adanya globalisasi pendidikan maka mau tidak mau kita harus menerima pengaruh tersebut. Pengaruh globalisasi dan liberalisasi pendidikan dapat kita ketahui dengan bermunculnya pihak asing yang mengumbar pendidikan bertaraf internasional dan ternyata berhasil membius lembaga pendidikan kita  untuk berlomba-lomba mendapatkan citra internasional tersebut seperti Sekolah Internasional, Sekolah Bersertifikat ISO 9001:2000, research university, ataupun  world class university. Dalam hal ini, lembaga pendidikan berasumsi bahwa yang namanya sekolah bertaraf internasional adalah paling baik dan berkualitas.
Internasionalisasi pendidikan oleh Supriadi (2000:11) terwujud melalui empat bentuk.Pertama, dibukanya cabang-cabang perguruan tinggi di negara lain (semacam kelas ekstension), misalnya perguruan tinggi Amerika membuka cabang di Asia. Kedua, kerjasama antara perguruan tinggi dari suatu negara dengan perguruan tinggi di negara lainnya yang menawarkan program gelar. Ketiga, kuliah jarak jauh baik melalui media cetak maupun secara virtual melalui internet. Sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Amerika, Eropa, dan Australia menawarkan program gelar melalui model ini. Keempat, studi perbandingan mutu pendidikan tinggi yang menghasilkan peringkat perguruan tinggi dibandingkan dengan sejumlah perguruan tinggi lainnya.
Hilangnya batas-batas negara (internasionalization) pendidikan ditakutkan akan memangkas akses pendidikan masyarakat kelas menengah ke bawah. Kondisi tersebut akan mendorong terjadinya kesenjangan sosial karena pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan tidak terwujud. Selain itu, akan juga akan memberi ruang kesenjangan antara lembaga pendidikan internasional dengan lembaga pendidikan biasa.
Pendidikan internasional tersebut dikhawatirkan dapat mengurangi peran pemerintah dalam melaksanakan tugasnya di nidang pendidikan. Begitu pula kekhawatiran melunturnya rasa nasionalisme sebagai bangsa Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa fungsi fundamental pendidikan selain pentransferan ilmu dan budi pekerti adalah meletakkan dasar-dasar nasionalisme dan wawasan kebangsaan kepada peserta didik. Itu semua adalah sebuah akibat dari suatu gerakan globalisasi.
Kaitannya dengan teknologi, sebenarnya pendidikan Indonesia memiliki banyak pendidik, profesor, bahkan doktor yang mampu melakukan penelitian yang dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan. Yang kurang adalah sarana prasarana dan keterbatasan teknologi. Hal inilah yang menjadi hambatan kita untuk memajukan pendidikan Indonesia.
C. Kebijakan Pengelolaan Pendidikan di Indonesia
Berdasarkan wawasan perspektif global, melalui berbagai kebijakan untuk mendorong beroperasinya pasar bebas, maka pengelolaan pendidikan pun mengalami pergeseran. Jauh sebelumnya, sekitar tahun 1980, Indonesia mulai menerapkan kebijakan neo-liberal demi menyesuaikan kondisi nasional dengan perkembangan global. Namun hal itu belum memberikan hasil yang optimal.
Untuk itu perlu adanya sikap yang tegas atas masalah ini. Penulis memberikan beberapa kebijakan yang dapat diambil dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia antara lain:
1.   Kerjasama dengan lembaga internasional dalam membangun sekolah
Agar lebih efektif san efisien maka pembangunan sekolah diperuntukkan ke wilayah yang tingkat pendidikannya masih rendah. Dalam pengerjaannya pun harus didominasi oleh pekerja Indonesia.
2.   MPMBS
Pada prinsipnya penerapan konsep MBS diadopsi dari konsep “school-based managementatau site-based management” yang merupakan alternatif dalam melakukan inovasi pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan pada kemandirian dan kreativitas sekolah. Hasil Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan Direktorat Pendidikan lanjutan pertama Ditjen Dikdasmen menunjukkan bahwa  97% sekolah yang melaksanakan MBS dinyatakan berhasil, baik dari sisi manajemen maupun prestasi akademik maupun non akademik (Depdiknas, M-E, 2002). Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau Amerika Serikat yang telah lebih dulu mengimplementasikan kebijakan ini telah mencatat lebih dari 56% sekolah negerinya terlibat dalam school-based management(Banicky, Rodney, dan Foss, 2000 dalam Puslitjaknov 2004).
3.   Kerjasama dengan lembaga industri pemakai tenaga kerja
Usaha ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan tuntutan dibutuhkan kerja.
4.   Kerjasama dengan lembaga internasional di sektor teknologi
Kerjasama dalam bidang teknologi dapat dimanfaatkan dalam menunjang peningkatan mutu peserta didik di bidang keterampilan teknologi.
5.   Pendidikan multikulturalisme
Merupakan konsep pendidikan yang mengakui keanekaragaman kultur namun tetap menghargai budaya dan nilai kebangsaannya.
6.   Intervensi lembaga publik (pemerintah)
Upaya ini dilakukan demi menjamin keberlangsungan pengelolaan pendidikan bertanggung jawab. Dalam konteks global, upaya ini perlu pendekatan international government.
Upaya ini lebih memungkinkan sebagai pengendalian pengelolaan pendidikan nasional terhadap kebebasan berlebihan para aktor global. Hal praktisnya yaitu bagaimana melakukan kontrol kapital modal asing dan pada saat bersamaan melindungi aktor-aktor lokal pengelolaan pendidikan. Tentu saja, jika ini tidak dilakukan betapa akan tergerus sistem pendidikan dan lembaga pendidikan aktor global.
KESIMPULAN
Dari pengkajian di atas, maka dapat ditarik benang merah sebagai berikut:
1.   Dalam menghadapi suatu peristiwa globalisasi pendidikan harus dipandang dari segi perspektif global.
2.   Segala kebijakan pengelolaan pendidikan harus mengarah kepada terwujudnya pendidikan yang baik dan tetap memegang teguh nilai-nilai kebangsaan.


Psikologi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     LATAR BELAKANG
Psikologi sebagai salah satu cabang ilmu sosial seakan akan menjadi sesuatu yang tabu bagi mahasiswa yang mengambil kuliah disalah satu cabang ilmu sosial yang lain. Banyak mahasiswa yang beranggapan bahwa psikologi seperti menjadi monopoli mahasiswa jurusan psikologi atau kedokteran, tapi sebenarnya psikologi adalah bagian dari ilmu sosial yang juga wajib dipelajari cabang ilmu sosial lainnya karena mereka saling berhubungan.
Seluk beluk psikologi akan kita coba bahas dalam makalah ini, sehingga sedikit banyak kita akan tau apa itu psikologi, metode-metode psikologi, teori, dan lain sebagainya.

1.2     TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a.       Mengetahui pengertian dan ruang lingkup psikologi
b.      Mengetahui pendekatan dan metode penelitian psikologi
c.       Mengetahui mahzab ilmu psikologi
d.      Mengetahui konsep psikologi
e.       Mengetahui generalisasi psikologi
f.       Mengetahui teori-teori psikologi

1.3    PEMBATASAN MASALAH
Dalam penulisan makalah ini, kami memberikan pembatasan kepada:
a.       Pengertian dan ruang lingkup psikologi
b.      Pendekatan dan metode penelitian psikologi
c.       Mahzab- mahzab dalam ilmu psikologi
d.      Konsep-konsep dalam psikologi
e.       Generalisasi psikologi
f.       Teori-teori psikologi




1.4     TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan studi kepustakaan, yaitu kami memperoleh informasi dari buku-buku yang berisi keterangan-keterangan mengenai psikologi sebagai salah satu cabang ilmu sosial.

1.5     SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I. Pendahuluan. Berisi latar belakang, tujuan, pembatasan masalah,teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

BAB II. Pembahasan. Berisi pengertian dan ruang lingkup psikologi, pendekatan dan metode penelitian psikologi, mahzab- mahzab dalam ilmu psikologi, konsep-konsep dalam psikologi, generalisasi psikologi, dan teori-teori psikologi.

BAB III. Penutup. Berisi kesimpulan.

  
BAB II
PEMBAHASAN

2.1     PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PSIKOLOGI
Psikologi berasal dari bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Istilah jiwa sudah sudah jarang dipakai dan diganti dengan kata psikis. Beberapa ahli mempelajari jiwa atau psikis manusia dari gejala-gejala yang diakibatkan oleh keberadaan jiwa atau psikis tersebut. Manusia menghayati kehidupan kejiwaan berupa kegiatan berfikir, berfantasi, mengingat, sugesti, sedih dan senang, kemauaan, dan sebagainya (Dimyati Mahmud: 1989).
Gejala pada manusia dibedakan menjadi gejala pengenalan (kognisi), gejala perasaan (afeksi), gejala kehendak (konasi), dan gejala campuran (psikomotorik). Gejala pengenalan atau kognisi merupakan suatu proses atau upaya manusia dalam mengenal berbagai macam stimulus atau informasi yang masuk ke dalam alat indranya, menyimpan, menghubung-hubungkan, menganalisis, dan memecahkan suatu masalah berdasarkan stimulus atau informasi tersebut. Sedangkan yang termasuk dalam gejala pengenalan adalah pengindraan dan presepsi, asosiasi, memory berfikir, inteligensi. Gejala afeksi atau perasaan adalah kemampuan untuk merasakan suatu stimulus yang kita terima, termasuk di dalamnya adalah perasaan sedih, senang, bosan, marah, benci, cinta dan lain sebagainya. Afeksi atau perasaan manusoia yang kuat juga sering disebut dengan emosi. Gejala psikomotorik atau campuran merupakan gabungan dari gejala kognitif dan afektif, yang memunculkan suatu gerakan atau tingkah laku tertentu.
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung. Psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya ( Dakir: 1993). Psikologi juga merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok dalam hungunganya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, keyakinan, berperasaan, dan lain sebagainya ( Muhibbin Syah:  2010).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungnnya dengan lingkungan. Tingkah laku tersebut meliputi yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak.
Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Objek psikologi sangat luas, karena luasnya objek psikologi maka dalam perkembangannya ilmu psikologi dikelompokkan dalam beberapa bidang, yaitu:
a.         Psikologi Perkembangan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku yang terdapat pada tiap-tiap tahap perkembangan manusia sepanjang rentang kehidupannya.
b.        Psikologi Pendidian, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam situasi pendidikan.
c.         Psikologi Sosial, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan masyarakat sekitarnya.
d.        Psikologi Industri, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku yang muncul dalam dunia industri dan organisasi.
e.         Psikologi Klinis, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang sehat dan tidak sehat, normal dan tidak normal, dilihat dari aspek psikis.  

2.2       PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI
2.2.1    PENDEKATAN
Pendekatan dalam ilmu psikologi secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pendekatan kuantitatif danh pendekatan kualitatif. Secara rinci Atkinson dan Hilgard (1996:7-14) membagi psikologi atas lima pendekatan, yaitu pendekatan neurolobiologis, pendekatan-pendekatan perilaku, pendekatan kognitif, pendekatan psikoanalitik, dan pendekatan fenomenologis.
a.              Pendekatan Neurobiologis
Pendekatan ini kajiannya menitikberatkan pada pembahasan struktur otak manusia. Otak manusia dengan 12 miliar sel saraf dan sejumlah sel penghubung yang hampir tidak terbatas, merupakan struktur yang paling rumit di alam ini. Kejadian-kejadian psikologis tergambar dalam memori yang digerakkan oleh otak dan sistem saraf. Dalam pendekatan ini, berusaha menghubungkan perilaku dengan hal-hal yang terjadi dalam tubuh, terutama dalam otak dan sistem sarafnya. Dengan demikian, dalam pendekatan ini menkhususkan proses neurobiologi perilaku dan kegiatan mental.
Reaksi emosi seperti rasa takut dan marah dapat dibangkitkan dengan cara memberi rangsangan pada bagiann otak tertentu. Karena rumitnya susunan otak danb terdapat kesenjangan pengetahuan kita mengenai bagaimana mekenisme saraf itu beroperasi sehingga digunakan pula pendekatan lain untuk menyelidiki fenomena psikologis.

b.      Pendekatan Perilaku
Pendekatann ini merupakan pendekatan yang mengamati perilaku manusia, bukan mengamati kegiatan-kegiatan bagian tubuh manusia. Pendekatan ini diperkenalkan oleh ahli psikologi Amerika John B. Watson pada awal 1990-an. Sebelumnya psikologi mengandalkan metode instropeksi, namun Watson tidak setuju dengan metode itu, karena psikologi dikatakan sebagai ilmu maka datanya harus dapat diamati dan terukur. Sedangkan instropeksi, hanya individu atau dirinyab sendiri yang mampu menginstropeksi pengamatan dan perasaannya.
Pendekatan perilaku turut berperan dalam pengembangan bentuk psikologi. Cabang perkembangannya yaitu psikologi stimulus-respon (S-R)  yang hingga sekarang masih tetap berpengaruh. Pada hakikatnya psikologi  S-R mempelajari rangsangan yang menimbulkan respon dalam bentuk perilaku, mempelajari ganjaran dan hukuman yang mempertahankan adanya respon itu, dan mempelajari perubahan perilaku yang ditimbulkan karena adanya perubahan pola ganjaran dan hukuman (Skinner: 1981)

c.       Pendekatan Kognitif
Bertolak dari suatu asumsi bahwa sebagai manusia tidak sekedar penerima rangsangan pasif, otak manusia juga secara aktif mengolah informasi yang diterima dan mengubahnya dalam bentuk serta kategori pengetahuan baru. Kognisi mengacu pada proses mental dari persepsi, ingantan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan persoalan, dan merancang masa depan.
Psikologi kognitif merupakan studi ilmiah mengenai kognisi. Tujuannya adalah untuk mengadakan eksperimen dan mewujudkan teori yang menerangkan bagaimana proses mental disusun dan berfungsi. Akan tetapi, penjelasannya mengharuskan itu membuat ramalan mengenai setiap kegiatan yang dapat diamati, terutama perilaku. Munculnya pendekatan ini sebenarnya sebagai reaksi atas psikologi S-R yang dinilai terlalu sempit dan hanya berlaku untuk perilaku sederhana. Sedangkan kapabilitas manusia itu luas, termasuk dapat berpikir, membuat perencanaan, mengambil keputusan, memilih dengan cermat stimulus mana yang memutuhkan perhatian ekstra, dan sebagainya. Tokoh psikologi kognitif diantaranya psikolog berkebangsaan Inggris, Kenneth Craik.

d.      Pendekatan Psikoanalitik
 Ahli psikologi Austria, Sigmund Freud mengembangkan pendekatan psikoanalitik yang didasarkan atas studi  kasus yang luas dari para pasien secara individual, bukan secara eksperimen. Dasar pemikiran pendekatan ini bahwa sebagian perilaku manusia adalah proses yang tidak disadari ( unconscious processes). Yang dimaksud dengan proses yang tidak disadari adalah pemikiran, rasa takut, dan keinginan yang tidak disadari, tetapi berpengaruh terhadap perilakunya.

e.       Pendekatan Fenomenologi
Pendekatan ini memusatkan perhatian pada pengalaman subjektifitas individu. Pendekatan ini menekankan pemahaman kejadian atau fenomena yang dialami individu tanpa adanya beban prakonsepsi atau ide teoretis. Para psikolog fenomenologis percaya bahwa kita dapat belajar lebih banyak mengenai kodrat manusia dengan cara mempelajari bagaimana manusia memandang diri dan dunia mereka daripada kita mengamati tindak tanduk mereka.
Di pihak lain para ahli psikologi fenomenologi lebih menitikberatkan pengertian mengenai pengalaman individu daripada mengembangkan teori atau meramalkan perilaku.
  
2.2.2  METODE PENELITIAN PSIKOLOGI
Pada dasarnya metode penelitian dapat dibedakan atas dua bagian yang besar, yaitu metode longitudinal dan crossectional.

a. Metode Longitudinal
            Metode ini merupakan metode penelitian yang membutuhkan waktu relative lama untuk mencapai sesuatu hasil penelitian. Dengan metode ini, penelitian dilakukan hari demi hari, bulan demi bulan, malahan mungkin tahun demi tahun. Karena itu apabila dilihat dari segi perjalan penelitian ini adalah secara vertical. Hasilnya dikumpulkan dan diolah kemudian ditarik kesimpulan. Sudah barang tentu dengan menggunakan metode penelitian ini peneliti membutuhkan waktu yang lama, kesabaran serta ketekunan.

b. Metode cross-sectional
            Metode ini merupakan suatu metode penelitian yang tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama di dalam mengadakan penelitian. Dengan metode ini, dalam waktu yang relative singkat dapat dikumpulkan bahan yang banyak. Jadi, jika dilihat dari jalannya penelitian, secara horizontal. Sudah barang tentu penelitian ini dapat berlangsung secara cepat, tetapi pada umumnya kurang mendalam.
            Di samping metode tersebut di atas, dalam penelitian psikologi digunakan pula metode yang lain, yaitu metode eksperimental dan metode non-eksperimental. Metode eksperimental sengaja menimbulkan keadaan yang ingin diteliti. Sedangkan metode non-eksperimental, peneliti mencari atau menunggu samapi dijumpai keadaan atau situasi yang ingin diteliti, jadi mencari situasi yang ada dalam keadaan wajar (natural)
            Dengan menggunakan metode eksperimental, peneliti sengaja menimbulkan keadaan yang ingin diteliti dengan kata lain peneliti menggunakan perlakuan atau treatment, yang ingin diketahui akibat dari treatment tersebut. Prinsip dalam ekperimen ialah ingin mengetahui efek sesuatu perlakuan yang dikenakan oleh peneliti terhadap keadaan yang dikenainya. Dalam eksperimen treatment merupakan variabel bebas (independent variable), sedangkan perubahan yang terjadi merupakan variabel tergantung (dependent variable). Selain itu diperlukannya kelompok control untuk mengontrol apakah perubahan yang ada betul-betul sebagai akibat dari adanya perlakuan tersebut.
            Untuk lebih terperinci, dapat dikemukakan metode-metode yang digunakan dalam lapangan psikologi sebagai berikut:

1) Metode Introspeksi
            Metode ini merupakan suatu metode penelitian dengan melihat peristiwa-peristiwa kejiwaan ke dalam dirinya sendiri. Metode ini dapat berupa eksperimental dan non-eksperimental. Tentunya penelitian ini dijalankan dengan penuh kesadaran dan secara sistematis menurut norma-norma penelitian ilmiah.
            Hal yang tidak boleh dilupakan bahwa metode introspeksi ini merupakan metode yang khas, hanya terdapat pada manusia. Jadi, peniliti melihat kembali peristiwa-peristiwa kejiwaan yang terjadi dalam dirinya sendiri, sebab yang diselidiki adalah apa yang telah terjadi, bukan apa yang sedang terjadi di dalam dirinya, sehingga istilah retrospeksi lebih tepat daripada introspeksi. Metode ini mempunyai kelebihan, yaitu banyaknya peristiwa kejiwaan dapat dimengerti dengan dasar atas keadaannya sendiri. Metode ini juga mempunyai kelemahan, yaitu metode ini dianggap bersifat subjektif, karena orang-orang sering tidak jujur dalam mengadakan penilaian terhadap dirinya sendiri, apalagi tentang hal-hal yang tidak baik.

2) Metode introspeksi eksperimental
            Metode ini adalah gabungan dari metode introspeksi dengn metode ekperimen sehingga sifat subjektivitas dari metode introspeksi akan dapar diatasi. Pada introspeksi ekperimental jumlah subjek banyak, yaitu orang-orang yang dieksperimentasi itu. Dengan luasnya atau banyaknya subjek penelitian, hasilnya akan lebih bersifat objektif.

3) Metode Ekstrospeksi
            Metode ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode introspeksi. Pada metode ekstrospeksi, subjek penelitian bukan dirinya sendiri, tetapi orang lain. Maka diharapkan adanya sifat yang objektif dalam penelitian itu.
            Metode ekstrospeksi sebenarnya berdasarkan asas introspeksi. Maksudnya adalah mengatakan atau menyimpulkan sesuatu yang terjadi pada orang lain, juga berdasarkan atas keadaan dirinya sendiri. Dengan demikian kelemahan-kelemahan pada metode ini sedikit banyak juga terdapat pada metode introspeksi.

4) Metode Kuisioner
            Kuisioner disebut juga dengan angket, adalah metode penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang menjadi subjek dari penelitian tersebut. Pada garis besarnya, angket terdiri dari dua bagian, yaitu:
a) bagian yang mengandung data identitas
b) bagian yang mengandung pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang ingin memperoleh jawaban.
            Pada bagian identitas, terdapat pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkap data identitas dari orang yang dikenai angket. Tetapi, terkadang ada angket yang tidak menggunakan nama, sekalipun yang lainnya diungkap. Ini disebut angket anonym.
            Pada bagian pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan, dapat digunakan untuk memperoleh fakta dan opini. Pertanyaan itu ada beberapa macamnya yang sekaligus memberikan bentuk atau jenis angket, yaitu:
a) Pertanyaan yang tertutup (closed question), yaitu bentuk pertanyaan pada responden yang jawabannya tinggal memilih, yang telah disediakan. Jadi, jawabannya telah terikat, responden tidak dapat memberikan jawaban yang seluasnya, maka coraknya disebut angket yang tertutup (closed questionnaire), yang biasanya dipakai jika persoalannya sudah jelas.
b) Pertanyaan yang terbuka (open question), yaitu pertanyaan pada responden, yang diberikan kesempatan untuk memberi jawaban yang seluas-luasnya. Angket semacam ini disebut juga angket terbuka (open questionnaire).
            Jika dilihat dari cara memberikan informasi, angket dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a) Angket langsung, yaitu angket diberikan kepada subjek yang dikenai tanpa perantara dan menjadi sumber pertama (first resource).
b) Angket tidak langsung, yaitu angket yang menggunakan perantara dalam menjawab. Pada angket ini, angket tidak diberikan langsung kepada  subjek penelitian, tetapi diberikan ke perantara.
Metode angket mempunyai keuntungan sebagai berikut:
a) merupakan  metode yang praktis, sekalipun dari jarak jauh serta peneliti tidak perlu langsung datang ke tempat penelitian.
b) dalam waktu yang singkat dapat dikumpulkan data yang banyak, tenaga yang digunakan sedikit, singkatnya merupakan metode yang hemat.
c) responden dapat menjawab dengan leluasa dan terbuka sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain.
Sedangkan kelemahannya yaitu:
a) keterangan lebih lanjut sulit dicari sebab responden dan peneliti tidak berhadapan langsung, ketika responden menemukan hal yang kurang jelas. Untuk mengatasinya, sebaiknya pertanyaan-pertanyaan disusun dengan baik.
b) pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa, sehingga tidak dapat diubah karena penyesuaian situasi.
c) angket yang telah dikeluarkan, tidak seutuhnya kembali. Hal ini harus diperhatikan jika menggunakan metode angket.


5) Metode Interview
            Metode penelitian ini dilaksanakan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara lisan. Baik angket maupun interview, kedua-duanya menggunakan pertanyaan, tetapi berbeda dalam penyajiannya. Kalau keduanya dibandingkan, terdapat kelebihan dan kelemahan sebagai berikut.
a) Kelebihan: hal-hal yang kurang jelas dapat ditanyakan, kondisinya dapat disesuaikan dengan keadaan interview, dan adanya face to face yang diharapakan dapat menimbulkan suasana yang baik dan membantu dalam mendapatkan bahan-bahan.
b) Kelemahan: membutuhkan waktu yang lama, dibutuhkan keahlian, dan apabila ada prasangka (prejudice) maka akan mempengaruhi interview sehingga hasilnya tidak objektif.

6) Metode Biografi
            Metode ini merupakan tulisan tentang keidupan seseorang yang merupakan riwayat hidup yang di dalamnya terurai tentang keadaan, sikap-sikap atau sifat-sifat lain mengenaiu orang yang bersangkutan sehingga biografi juga dapat dijadikan sumber penelitian dalam lapangan psikologi.
            Dalam metode ini, terdapat pula kelemahan yang kadang-kadang bersifat subjektif, maksudnya apabila dalam membaca biografi itu, terdapat kesepahaman. Jadi, tentunya orang dalam membuat biografi akan dipengaruhi oleh sudut pandangnya, terlebih dalam pembuatan otobiografi (biografi itu sendiri).

7) Metode Analisis Karya
            Metode ini melakukan analisis dari hasil karya karena karya tersebut merupakan pencetusan dari keadaan jiwa seseorang, bisa juga termasuk dalam buku harian seseorang.

8) Metode Klinis
            Metode ini mula-mula timbul dalam lapangan klinik untuk mempelajari keadaan orang-orang yang jiwanya terganggu (abnormal). Kelemahan metode ini seakan-akan memberikan kesan bahwa subjeknya orang-orang yang jiwanya tidak normal, hingga hasilnya yang dicapai kurang menggambarkan keadaan jiwa pada umumnya.

9) Metode Testing
            Metode ini merupakan metode yang menggunakan soal-soal, pertanyaan-pertanyaan, atau tugas-tugas lain yang telah distandarisasikan. Pada tes, orang ingin mengetahui kemampuan atau sifat-sifat lain dari testee. Pada tes yang penting adalah adanya standarisasi dan ini tidak terdapat dalam eksperimen.
            Tes sebagai metode penelitian mempunyai keuntungan yaitu dengan menggunakan tes orang dapat mengetahui gambaran atau keadaan dari orang yang dites, sudah memberikan ancer-ancer yang berguna dalam menentukan langkah-langkah lebih lanjut. Sedangkan kelemahannya adalah bahwa tes terikat kepada kebudayaan dari mana asal tes itu. Tetapi, untuk mengurangi kelemahan ini, diciptakan tes baru yang bebas dari kebudayaan yaitu tes performance.

10) Metode Statistik
            Metode statistic digunakan untuk mengadakan penganalisisan terhadap materi atau data yang telah dikumpulkan dalam suatu penelitian. Kata STATISTIK digunakan untuk membatasi cara-cara ilmiah untuk mengumpulkan, menyusun, meringkas, dan menyajikan data penelitian dan merupakan cara untuk mengolah data tersebut dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang logic dari pengolahan data tersebut. Dengan demikian, penggunaan statistic dalam suatu penelitian diharapkan akan dapat tercapai hasil yang sebaik-baiknya, yang seobjektifnya-objektifnya.

2.3       MAHZAB ILMU PSIKOLOGI
Boeree (2005: 289-436) membagi mahzab dalam psikologi menjadi sembilan, yaitu psikologi eksperimental dan fisiologis, psikoanalisis, behaviorisme, gestalt, humanistik-existensialisme- fenomenologis, dan kognitif.
a.      Psikologi Eksperimental dan Klasik
Menurut Atkinson (1996:20) sebutan psikologi eksperimental merupakan istilah yang keliru karena para ahli psikologi dengan keahlian bidang lain pun melakukan eksperimen. Tetapi, kelompok ini biasanya terdiri dari pada ahli psikologi yang mempergunakan metode eksperimen untuk mempelajari bagaimana orang bereaksi terhadap rangsangan indra, memandang dunia ini, belajar dan mengingat, menjawab secara emosional, dan digerakkan untuk bertindak., baik oleh rasa lapar, maupun keinginan untuk sukses. Metode eksperimen dalam psikologi mulai diperkenalkan oleh dua tokoh ahli psikologi bernama Wilhelm Wundt dan William James yang biasanya dianggap sebagai “Bapak Psikologi”.
Bidang ini erat hubungannya dengan biologi serta psikologi fisiologi. Para ahli psikologi fisiologi disebut juga ahli neuropsikologi ( Atkinson, 1996:21). Bidang ini mencoba menemukan hubungan antara proses biologis dengan perilaku.

b.      Psikologi Psikoanalisis
Psikoanalisis adalah sebuah metode perkembangan kepribadian, filsafat tentang manusia, dan metode psikoterapi. Sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktik psikoanalisis meliputi:
a.         Kehidupan mental individu menjadi dapat dipahami dan pemahaman terhadap sifat manusia dapat diterapkan pada perbedaan penderitaan manusia.
b.        Tingkah laku diketahui seiring ditentukan oleh faktor-faktor tidak sadar.
c.         Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa.
d.        Pendekatan psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cra-cara yang digunakan oleh ondividu dlam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan.
e.         Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketidaksadaran melalui analiusis atau mimpi, resistensi, dan transferensi ( Corey, 1995: 13).
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri atas tiga sistem, yaitu id, ego, superego.  Ketiganya adalah nama lain proses dan bukan sebagai agen yang terpisah dalam mengoperasikan kepribadian, tetapi merupakan fumgsi-fungsi kepribadian sebagai keseluruhan.
a.       Id
Komponen biologis, tempat bersemayamnya naluri, buta, menuntun, dan mendesak. Seperti kawah yang terus mendidih dan bergolak, tidak dapat mentolerir ketegangan, dan bekerja untuk melepaskan ketegangan itu sesegera mungkin, serta didorong oleh kepentingan naluriah atas kesenangan yang bersifat tidak sadar.
b.      Ego
Memiliki kontrak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Dialah yang merupakan eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ia sebagai pengantar naluri dengan lingkungan sekitar. Egolah yang mengendalikan kesadaran dan melakukan sensor yang realistis dan berfikir logis. Karena itu, ego adalah tempat bersemayamnya inteligensi dan rasionalitas yang mengawasi impuls- impuls buta dari id. Hal ini berbeda dengan superego yang merupakan cabang moral atau hukum dari kepribadian yang urusan utamanya adalah apakah tindakan itu baik atau buruk.
c.       Superego
Merepresentasikan nilai-nilai yang dijunjung orang tua dan masyarakat yang diajarkan kepada anak. Selain itu, superego pun berkaitan dengan imbalan dan hukuman.

c. Psikologi Behaviorisme
Behaviorisme  adalah posisi filosofis yang mengatakan bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan, psikologi harus memfokuskan perhatiannya pada sesuatu yang dapat diteliti, yaitu lingkungan dan perilaku, daripada fokus pada apa yang tersedia dalam individu, seperti presepsi, pikiran, bagaimana citra, dan perasaan sehingga tidak akan pernah dapat menjadi ilmu pengetahuan yang objektif ( Boeree, 2005: 385).

d.   Psikologi Gestalt
Teori gestalt menekankan pentingnya proses mental. Dasar dari teori ini ialah bahwa subjek tersebut mereaksi pada keseluruhan kesatuan yang bermakna (Koffka, 1935:141). Pandangan gestalt berasal dari konsep gestalt qualitat atau kualitas bentuk yang diuraikan oleh Christian von Ehrenfels pada tahun 1890. Arti istilah tersebut mengacu pada kualitas tertentu yang dimiliki suatu soneta atau lukisan yang tidak berupa not, warna, atau kata yang terlepas-lepas (Murphy, 1949). Max Wertheimer mengenalkan empat hukum yang mengatur organisasi persepsi orang ketika menghadapi stimulus, yaitu:
a.         Proksimitas, berdekatan atau mendekati. Contohnya, suatu benda sering dipersepsi sebagai sesuatu yang berada di dekatnya sehingga dapat dikelompokkan berdasarkan dekatnya.
b.        Similarita atau kesamaan, contohnya sesuatu benda sering dipersepsi berdasarkan ciri-ciri persamaan yang dimiliki.
c.         Arah terbuka, contohnya garis yang terputus-putus dipersepsi sebagai lingkaran yang terbuka.
d.        Simplisitas (penyederhanaan), contohnya sesuatu garis tertentu lebih suka disederhanakan sebagai bentuk keseluruhan.

e.    Humanistik- Eksistensialisme- Fenomenologis
Mahzab ini dipelopori oleh Abraham Maslow dan Carl Rogers. Menurut Maslow bahwa kodrat manusia pada dasarnya adalah baik atau sekurang-kurangnya netral. Kodrat manusia tidak jahat dan hal ini merupakan pandangan baru mengingat banyak teoretikus sebelumnya berpandangan bahwa beberapa insting adalah buruk atau antisosial yang harus dijinakkan melalui latihan-latihan pengendalian maupun sosialisasi ( Hall dan Lindzey, 1993: 109).

f.     Psikologi Kognitif
Kognisi merupakan suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan. Termasuk di dalamnya ialah mengamati, melihat, menduga, dan menilai ( Chaplin, 1992: 90). Istilah itu merujuk pada bentuk-bentuk pemikiran abstrak serta pemecahan masalah yang didasarkan pada manipulasin simbol-simbol linguistik ( proposisi) atau simbol-simbol kebendaan (citra). Sedangkan istilah psikologi kognitif mengacu pada upaya pemahaman berbagai bentuk instrumen observasi empirik sistematis manusia yang selanjutnya dikonstruksikan menjadi serangkaian teori ( Richardson, 2000:127)
Kelahiran psikologi kognitif dipengaruhi oleh dua tradisi pemikiran, yaitu:
a.         Psikologi kognitif sebagai perkembangan alamiah dari apa yang disebut sebagai psikologi eksperimental yang selanjutnya merangkum metodologi perilaku yang mendominasi riset psikologi pada abad ke-20. Pendekatan ini mendorong dikembangannya riset kognitif yang memadukan observasi lapangan atau penelitian laboratorium dalam pelaksanaan analisis konseptual.
b.         Psikologi kognitif berkembang setelah Perang Dunia II, pada awalnya dimaksudkan untuk mencari pemecahan masalah di seputar interaksi antara manusia dan mesin (Richardson, 2000: 128).
2.4       KONSEP PSIKOLOGI
1. Motivasi
            Motivasi adalah suatu keadaan dan ketegangan individu yang membangkitkan dan memelihara serta mengarahkan tingkah laku yang mendorong (drive) menuju pada suatu tujuan (goal) untuk mencapai suatu kebutuhan (need) (Chaplin, 1999:310; Thoha, 1993: 180-181).
            Jika pada umumnya psikologi banyak bertanya “bagaimana”, maka dalam motivasi kita akan menjawab pertanyaan “mengapa”. Dalam menjawab pertanyaan “mengapa” tersebut, kita dapat mengemukakan jawaban atas dasar beberapa pendekatan (Apter, 1996: 688-689).
a. Pendekatan hedonisme, di mana orang akan berperilaku memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan penderitaan karena pada hakikatnya individu adalah makhluk yang rasional.
b. Pendekatan psikoanalitis, yang menempatkan manusia tidak selalu rasional. Perilakunya ditentukan oleh pergulatan antara dorongan-dorongan bawah sadar yang kuat terutama ide yang bekerja atas dasar nafsu dan biologis.
c. Pendekatan insting, bahwa manusia sebagai makhluk nonrasional dan menunjukkan penerusan antara motivasi hewani dan manusiawi (McDougal, 1908).
d. Pendekatan eksperimental, untuk menggambarkan kekuatan tenaga internal (dorongan/drive) yang membuat organisme melakukan suatu tindakan (Woodworth, 1918).
e. Pendekatan teori rangsangan, optimal (optimal aurosal theory), di mana organisme berusaha mencapai dan memelihara rangsangan yang berskala menengah pada dimensi rangsangan (Hebb, 1995).
f. Pendekatan aktualisasi diri, di mana manusia selalu memiliki kebutuhan mendasar untuk berkembang secara psikologis menjadi individu yang sepenuhnya memiliki potensi-potensi positif untuk diaktualisasikan (Apter, 1996: 687).

2. Konsep Diri
            Konsep diri merupakan penilaian tentang dirinya oleh orang lain yang menyangkut aspek physical, perceptual, dan attitudinal (fisik, persepsi, dan kesikapan). Dalam kaitannya dengan penilaian tersebut, Cooley mengeluarkan teori tentang Looking Glass Self. Artinya, setiap hubungan social di mana seseorang itu terlibat merupakan suatu cerminan diri yang disatukan dalam identitas orang itu sendiri (Johnson, 1986: 28).
            Menurut Gecas (2000: 955), ada tiga motivasi diri yang menonjol dalam literature psikologi social, yaitu:
a. Motivasi penguatan diri (self-enhancement) atau motivasi harga diri (self-esteem motive) mengacu pada motivasi seorang individu untuk mempertahankan atau menguatkan harga diri mereka yang dapat dilakukan kecenderungan orang dalam mendistorsi kenyataan agar tetap positif.
b. Motivasi kemampuan diri (self-efficacy motive) mengacu pada pentingnya menghayati (experiencing) diri sebagai agen sebab akibat, yaitu motivasi untuk menerima dan menghayai diri sebagai seseorang yang mampu, kompeten, dan tidak dapat lepas dari konsekuensi-konsekuensinya, baik positif (memberi semangat) maupun negative (alienasi dan fatun).
c. Motivasi konsistensi diri (self-consistency motive) lebih merupakan motivasi diri yang terlemah. Konsep ini menyatakan bahwa konsep diri sebagai organisasi pengetahuan atau generalisasi kognitif yang memberi penekanan lebih besar pada motivasi konsistensi diri.

3. Sikap
            Konsep sikap merujuk pada masalah yang lebih banyak bersifat evaluatif afektif terhadap suatu kecenderungan atas reaksi yang dipilihnya. Dengan demikian, sikap sebagai tendensi untuk bereaksi secara menyenangkan ataupun tidak menyenangkan terhadap sekelompok stimuli yang ditunjuk. Dalam istilah yang lebih objektif, konsep sikap mungkin dikatakan berkonotasi konsistensi respons dalam kaitannya dengan kategori stimuli. Namun, dalam praktiknya, konsep sikap kerap kali tidak terasosiasikan dengan stimuli social dan dengan respons bernada emosional. Ini sering kali mencakup penilaian atas nilai (Anastasi dan Urbina, 1997: 42). Sikap pada galibnya diukur melalui prosedur tanya jawab langsung ataupun tidak langsung dengan responden yang diminta untuk menunjukkan reaksi evaluatif mereka terhadap sesuatu atas perilaku seseorang.
            Pendapat seseorang maupun kelompok kadang-kadang dibedakan dari sikap, tetapi pembedaan yang diajukan tidak konsisten dan juga tidak dapat di pertahankan secara argumentative. Kedua bentuk tersebut lebih sering digunakan secara timbal balik. Walaupun dalam kaitannya dengan metodologi penaksiran, survey opini secara tradisional dibedakan dari skala sikap. Dalam penyusunan skala sikap (attitude scale), pertanyaan-pertanyaan yang berbeda dirancang untuk mengukur suatu sikap tunggal atau suatu variabel undimensional, dan prosedur-prosedur objektif ditempuh untuk mendekati sasaran tersebut.

4. Persepsi
            Dalam Kamus Lengkap Psikologi karya Chaplin (1999: 358), memiliki arti:
(a) proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra;
(b) kesadaran dari proses organis;
(c) satu kelompok pengindraan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu;
(d) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan pembedaan di antara perangsang;
(e) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu.
            Persepsi mengacu pada mekanisme yang menjadi alat kita menyadari dan memproses informasi tentang stimuli ataupun dunia eksternal, baik itu yang menyangkut kaulitas kognitif maupun afektif. Nilai penting teoritis dari persepsi berasal dari sudut pandang empiris dalam filsafat yang berusaha menjaga pengetahuan dan pemahaman yang diperantarai oleh kemampuan indra kita.
            Di atas telah dikemukakan bahwa pengetahuan dan pemahaman diperantarai oleh indra. Aristoteles mengklasifikasikan indra menjadi lima (panca) kategori, yaitu penglihat (visison), pendengaran(audition), penciuman(alfaction), perasa(gustation), dan peraba(groping). Selain itu ada indra kinestetis (posisi tungkai) dan indra vestibular (gerakan dan posisi kepala) (Leibowitz, 2000: 960).
            Informasi dari indra-indra inilah yang digabungkan dengan pengalaman masa lalu, baik disadari atau tidak. Kemudian informasi tersebut membentuk kesadaran kita mengenai dunia luar dan membimbing motorik respons kita. Untuk sebagian, peran persepi diterima secara akurat, dan sebagian melakukan kesalahan karena muncul mekanisme normal aktif secara tidak normal. Inilah kekeliruan yang disebabkan oleh ilusi, yang terdapat kesalahan pengamatan yang tidak sesuai dengan pengindraan. Akan tetapi ilusi berbeda dengan halusinasi yang tidak berdasarkan persepsi dunia luar yang akurat.

5. Frustasi
a. Frustasi merujuk pada terhalangnya tercapainya tujuan yang diharapkan pada saat tertentu dalam rangkaian. Jadi, frustasi dianggap sebagai pembatas eksternal yang menyebabkan seseorang tidak dapat memperoleh kesenangan yang diharapkannya.
b. Frustasi sebagai reaksi emosional internal yang disebabkan oleh suatu penghalang.
Intinya, frustasi merupakan suatu reaksi emosional yang disebabkan oleh gagal atau terhalangnya pencapaian tujuan yang diharapkan.
            Jadi demikian, lalu timbul pertanyaan, frustasi yang bagaimana yang menimbulkan agresi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa jenis frustasi yang menyebabkan kecenderungan agresif, terutama jika rintangan itu tidak adil bersifat arbiter, illegal, atau sifat pribadi. Pendapat tersebut sejalan dengan Nicholas Pastore bahwa orang akan lebih marah jika rintangan dalam mencapai tujuan bersifat tidak adil, disbanding jika hal itu sesuai aturan social.

6. Sugesti
            Sugesti merupakan bagian dari bentuk interaksi social yang menerima dengan mudah pengaruh orang lain tanpa diseleksi dengan pemikiran yang kritis. Tanpa penggunaan kekuatan fisik atau paksaan. Keadaan mental seseorang menjadi mudah terkena sugesti orang lain, biasanya didahului oleh simpati, rasa kagum, dan menyenangi sehingga sering mengikuti kehendak atau pengaruh dari orang lain tersebut.
            Namun, tidak berarti bahwa sugesti semata-mata dari pengaruh eksternal (heterosugesti) karena sugesti secara luas merupakan pengaruh psikis yang berasal dari orang lain maupun diri sendiri atau otosugesti (Belen, 1994: 253). Seseorang dapat dengan mudah menerima sugesti yang terjadi karena berbagai hal.
a. Bila yang bersangkutan mengalami hambatan dalam daya berpikir kritisnya, apakah itu karena stimulus yang emosional atau karena kelelahan fisik dan mental.
b. Karena seseorang mengalami disosiasi atau terpecah belah pemikirannya.
c. Karena adanya dukungan mayoritas yang dapat memengaruhi perubahan opini, prinsip, dan pendapat maka individu ataupun kelompok minoritas dapat berubah pendapat sesuai dengan kehendak mayoritas.

7. Prestasi
            Prestasi merupakan pencapaian atau hasil yang telah dicapai yang memerlukan suatu kecakapan/keahlian dalam tugas-tugas akademis maupun nonakademis (Chaplin, 1999: 310). Berkaitan dengan teori N’Ach (Need for Achievement) McClelland, seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, bukanlah semata-mata mengejar materi dan meningkatkan status social, melainkan mempunyai nilai dan kebanggaan sendiri secara batiniah yang tidak dapat diukur secara materi maupun gengsi. Pada bangsa-bangsa miskin dan berkembang, pada umumnya memiliki N’Ach yang rendah. Menurut Fakih (2001; 59), khayalan, mitos, dan legenda ada kaitannya dengan dorongan dan perilaku dalam suatu kehidupan yang dinamakan N’Ach, yakni untuk bekerja secara baik, bekerja bukan atas dasar gengsi ataupun pengakuan social, tetapi bekerja demi pemuasan batin dari dalam untuk berprestasi.

8. Crowding (Kerumunan Massa)
            Crowding (kerumunan massa) merupakan suatu kumpulan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama walaupun mungkin tidak saling mengenal dengan emosi-emosi yang mudah dibangkitkan dan tidak kritis (Chaplin 1990: 188). Jiwa massa tersebut impulsive, lebih mudah tersinggung, bersikap menerabas, lebih mudah terbawa sentimen-sentimen, kurang rasional, suggestible, mudah mengimitasi agresi dan kekerasan, bersifat primitive dalam arti buas, beringas, tidak rasional, serta sukar dikendalikan (Gerungan, 2000: 34).

9. Imitasi
            Imitasi merupakan salah satu proses interaksi social yang banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan menuju perbuatan orang lain secara disengaja. Secara positif, imitasi dapat menimbulkan pengaruh makin patuhnya terhadap norma-norma yang berlaku, terutama pada system masyarakat patrimonial (patronase). Manusia baru dapat menjadi suatu masyarakat manakala ia mau mengimitasi kegiatan manusia lainnya. Lalu, manusia belajar melalui peniruan, mengambil pola-pola perilaku yang mereka lihat di sekitar mereka, dan juga melaui proses umum yang disebut pembiasaan.

10. Kesadaran
            Konsep kesadaran memiliki makna inti yang merujuk pada suatu kondisi atau kontinum di mana kita mampu merasakan, berpikir, dan membuat persepsi (Wright, 2000: 162). Kesadaran pun sangat dipengaruhi oleh sudut pandang individual, dan kita mungkin dapat mengatakan bahwa aspek-aspek subjektif dan kesadaran itu berada di luar penjelasan system ilmu pengetahuan yang didasarkan pada pemahaman bersama, bahkan berada di luar semua makna yang terkonstruksikan secara social.


11. Fantasi
            Konsep fantasi merujuk pada kapasitas manusia yang luar biasa dalam memberikan sosok pada sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, kemudian melengkapinya dengan aneka pengandaian, baik itu secara spontan maupun sengaja (Janjnes, 1977). Pada abad ke-20, fenomena ini menjadi kajian ilmiah formal dalam psikologi. Dalam bahasa sehari-hari sering disamakan dengan khayalan. Padahal dalam bidang-bidang eksperimental atau klinis, istilah fantasitersebut memiliki pengetian yang lebih luas lagi, mengingat istilah tersebut tidak sekadar aktivitas imajiner secara spontan, melainkan merupakan produk pemikiran yang muncul sebagai respons suatu kesadaran atau gambaran yang tidak jelas yang mengacu pada representasi artistic proses-proses mental (Singer, 2000:342)

12. Personalitas
            Merupakan sebuah konsep samar yang mencakup seluruh karakteristik psikologi yang membedakan seseorang dengan yang lainnya. Namun, secara garis besar personalitas pada hakikatnya merupakan organisasi dinamis dalam individu yang terdiri dari system-sistem psikofisik yang menentukan tingkah laku dan pikiran yang dimiliki secara karakteristik.
            Mungkin teori kepribadian multisifat yang sebenarnya lebih satu kesatuan yang utuh, bukan satu aspek saja. Tujuan teori ini adalah mengidentifikasi konstelasi sifat dasar yang membentuk struktur kepribadian dan menjelaskan perbedaan setiap orang menurut letak berbagai perbedaan ini dalam dimensi-dimensinya.

13. Pikiran
            Dalam bahasa Yunani kuno, persoalan pikiran dikaitkan dengan jiwa atau roh, hal serupa terjadi pula di Eropa pada Abad Pertengahan, di mana ajaran teologi mendominasi. Pada masa lalu, pikiran diindentifikasi dengan pengalaman sadar. Namun pendapat ini keliru. Sebab para ahli neurofisiologi dan klinik pada ababd ke-19 menyelidiki berbagai level fungsi dalam susunan saraf dan menemukan aktivitas mental tidak sadar. Pada level yang terendah, prosesor-prosesor ini mengatur interaksi-interaksi sensoris dan motoris dengan dunia luar. Pada level tertinggi, seluruh tujuan dipantau. Sebagian kecil dari model ini mungkin sama fungsinya, sedangkan mayoritasnya mungkin relatif terspesialisasi (Valentine, 2000: 668).

14. Naluri atau Insting
            McDougal dalam bukunya Introduction to Social Psychology (1908) mengemukakan bahwa naluri adalah suatu disposisi psikologis turunan atau bawaan yang menentukan seseorang dalam merumuskan persepsi, memberi perhatian atau memberi respons terhadap berbagai pengalaman emosional atau dalam menghadapi suatu objek tertentu, kemudian melakukan tindakan atau perilaku tertentu yang muncul begitu saja akibat adanya impuls terhadap objek atau pengalaman tadi.

15. Mimpi
Mimpi secara psikologis merujuk pada suatu aktivitas sederetan tamsil simbolik, ide, gagasan, hasrat terpendam, kebutuhan, dan konflik yang saling bertalian dan berlangsung selama tidur, selama dikuasai obat bius maupun selama dalam kondisi terhipnotis (Chaplin, 1999: 147).

2.5       GENERALISASI PSIKOLOGI
a.         Motivasi
Motivasi seseorang untuk melakukan suatu tindakan dapat berlangsung baik disadari maupun tidak disadari. Sebab, sebagai manusia sering terjadi bahwa kita tidak selalu sepenuhnya menyadari akan sebab dan akibat yang ditimbulkan dari tindakan itu.

b.         Konsep diri
Konsep diri yang baik bagi seseorang adalah adalah konsep diri yang positif. Artinya penilaian tentang orang tentang dirinya secara internal maupun eksternal adalah seimbang dan valid. Sebaliknya, bagi seseorang yang sombong, tidak sesuai antara penilaian dirinya secara internal dengan eksternal yang suka membual adalah konsep diri yang negatif.

c.         Sikap
Sebuah sikap seringkali didefinisikan sebagai tendensi (kecenderungan) untuk bereaksi secara menyenangkan ataupun tidak menyenangkan terhadap sekelompok stimulus yang ditunjuk.

d.         Persepsi
Persepsi orang tentang suatu benda tertentu, memiliki nilai yang lebih objektif dibanding jika kita bertanya tentang sikap seseorang terhadap sesuatu.

g.                  Frustasi
Frustasi yang disebabkan ketidakadilan ( bersifat arbitrer), lebih erat hubungannya dengan terjadinya agresi, dibanding dengan frustasi nonarbitrer. Sebab frustasi nonarbitrer justru reaksinya dapat menarik diri dari pergaulan dan menjadi depresi (Krahe, 2005: 56 ;
Berkowitz, 1995: 47)

h.                  Sugesti
Berlangsung proses sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda kekalutan emosi dan sedang terhambat daya pikirnya seseorang secara rasional. Akan tetapi juga dapat terjadi oleh sebab yang memberikan pandangan tersebut adalah orang yang dianggap berwibawa dan otoriter ataupun karena faktor suara mayoritas ( Soekanto, 1986: 52-53).
i.                    Prestasi
Masyarakat yang memiliki tingkat kebutuhan berprestasi, umumnya akan menghasilkan jiwa wiraswastawan yang lebih semangat dan selanjutnya akan menghasilkan perkembangan ekonomi yang lebih cepat, dibandingkan dengan kelompok yang memiliki tingkat kebutuhan berprestasi yang lebih rendah.

h.         Crowding (Kerumunan Massa)
Kerumunan massa sering merefleksikan perbuatan-perbuatan primitif yang dertruktif, walaupun pada hakikatnya tidak selalu merepresentasikan perbuatan negatif seperti itu.

i.          Imitasi
Menurut Gabriel Tarde, masyarakat tidak lain adalah pengelompokan manusia, di mana individu yang satu mengimitasi yang lain, dan sebhaliknya.

j.          Kesadaran
Tingkat kesadaran orang tergantung dari fungsi otak.

k.         Fantasi
Fantasi digunakan dalam dunia seni, namun sejak adab ke-20 menjadi kajian ilmiah formal dalam psikologi ( Singer, 2000: 343).

l.          Personalitas/ Kepribadian
kepridadian adalah ciri watak seseorang yang khas dan konsisten  yang membedakan individu satu dengan yang lain.

m.        Pikiran
Manusia sebagai makhluk rasional yang beragama dan berbudaya, semestinya pikirannya mampu mengendalikan perilakunya sehari-hari. Bukan sebaliknya, perilaku mengendalikan pikiran ( Valentine, 2000: 668).

n.         Insting/ Naluri
Menurut Carles Darwin dan Sigmund Freud, agresi dan kekerasan jika ditelusuri asal muasalnya merupakan bagian integral dari seleksi alam yang kompetitif ataupun insting/ naluri sebagai pertahanan naluri kehidupan (eros) maupun naluri kematian (thanatos) sebagai makhluk manusia.

o.         Mimpi
Studi tentang mimpi menjadi keluar dari kepustakaan dunia ilmu-ilmu sosial. Padahal jika ditelaah lebih jauh, mimpi memiliki multi fungsi untuk kepentingan manusia sekarang dan mendatang (Cartwright, 2000: 240).


2.6       TEORI-TEORI PSIKOLOGI

1. Teori Agresi Psikoanalisis Sigmund Freud
            Dalam karyanya Beyond The Pleasure Principle (1920) mengemukakan inti dari teori tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Perilaku agresif manusia pada dasarnya didorong oleh dua kekuatan dasar yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari sifat manusia, yakni insting/naluri kehidupan (eros) dan insting/naluri kematian (thanatos).
b.Eros, mendorong orang mencari kesenangan dan kenikmatan untuk memenuhi keinginan. Sedangkan thanatos diarahkan pada tindakan-tindakan destruktif diri serta perasaan berdosa/bersalah.
c. Karena sifat antagonistiknya, kedua insting/naluri itu merupakan sumber konflik intrafisik yang berkelanjutan, yang hanya dapat diatasi dengan mengalihkan kekuatan dengan orang yang bersangkutan kepada orang lain.
d. Satu alternative yang mungkin dapat dilakukan melalui katarsis (pelepasan) yang dapat dilakukan melalui humor maupun menyalurkan agresi terhadap benda-benda tiruan, serta berolahraga yang menunjukkan permainan keras.

2. Teori Disonasi Kognitif Festinger
            Dalam karyanya A Theory of Cognitive Dissonance (1957), menjelaskan bahwa disonansi adalah hubungan dua elemen yang terjadi disertai suatu penyangkalan. Adapun isi poko teori disonansi kognitif tersebut yaitu:
a. Antara elemen-elemen kognitif mungkin terjadi hubungan yang tidak pas (nonfitting relations) yang menimbulkan disonansi (kejanggalan) kognitif.
b. Disonansi kognitif menimbulkan desakan untuk mengurangi disonansi tersebut dan menghindari peningkatannya.
c. Hasil dari desakan itu terwujud dalam perubahan-perubahab pada kognisi.
d. Perubahan tingkah laku dan menghadap diri pada beberapa informasi tentang pendapat baru yang sudah diseleksi telebih dahulu.

3. Teori Kepribadian Erich Fromm
            Sebagai seorang psikoanalisis-humanis, tema dasar tulisan-tulisan beliau selalu menggunakan tema kesepian dan isolasi akibat dipisahkan dari alam dan orang lain. Secara singkat, teori kepribadian yang digagas Fromm adalah sebagai berikut:
a. Kebebasan manusia yang semakin luas, menempatkan manusia merasa semakin kesepian, dengan kata lain kebebasan menjadikan keadaan yang negative di mana manusia-manusia melarikan diri.
b. Manusia selalu berusaha memecahkan kontradiksi-kontradiksi dasar yang ada padanya. Maksudnya bahwa seseorang pribadi merupakan bagian, sekaligus terpisah dari alam; merupakan binatang, dan sekaligus manusia. Sebagai manusia, ia memiliki pengalaman khas meliputi perasaan lemah lembut, cinta, perasaan kasihan, perhatian, tanggung jawab, identitas, integritas, transendensi, kebebasan, nilai-nilai, serta norma-norma.
c. Aspek individu, yakni aspek binatang dan aspek manusia merupakan kondisi-kondisi dasar eksistensi manusia, yang berasumsi bahwa: “Pemahaman tentang physic manusia harus berdasarkan analisis tentang kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensinya.” Kebutuhan itu mencakup: kebutuhan keterhubungan, transendensi, keterberakaran, identitas, dan kerangka orientasi.
d. Kepribadian orang akan berkembang menurut kesempatan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat tertentu.
e. Sebagai manusia tidak lepas dari tipe karakter nekrofilus (tertarik pada kematian, sekunder dan hanya muncul bila daya-daya hidup dikecewakan)dan biofilus (mencintai kehidupannya, hidup adalah satu-satunya potensialitas primer).
f. Sekarang ini tipe seperti: reseptif, eksploitatif, penimbunan, pemasaran, dan produktif sudah demikian menggejala.
g. Manusia memiliki kodrat esensial bawaan; masyarakat diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kodrat esensial ini; tidak satupun bentuk masyarakat yang pernah diciptakan berhasil memenuhi kebutuhan dasar eksistensi manusia; adalah mungkin menciptakan masyarakat itu.
h. Masyarakat yang didambakan adalah sosialisme komunitarian humanistic.

4. Teori Deprivasi Relatif Gurr
            Merupakan hasil pemikiran dan penelitian Ted Robert Gurr, dalam karyanya Why Men Rebel (1970), yang meringkas teorinya sebagai berikut:
a. Dengan mendefinisikan deprivasi relative sebagai hasil dari proses perubahan harapan dan kemampuan untuk memenuhi harapan itu maka bentuk deprivasi dapat dibedakan berdasarkan pola-pola perubahan.
            1. Deprivasi presisten, yaitu kemampuan yang secara konstan berada di bawah harapan.
            2. Deprivasi aspirasional, yaitu harapan naik dan kemampuan konstan.
            3. Deprivasi dekremental, yaitu harapan konstan dan kemampuan turun.
            4. Deprivasi progresif, kemampuan naik, tetapi masih lebih rendah dibandingkan harapan.
b. Ketidakpuasan menciptakan potensi untuk kekerasan politik. Tiga kelompok factor yang memperantai potensi untuk kekerasan politik dan kekerasan actual, yaitu:
            1. Justifikasi normative untuk kekerasan.
            2. Justifikasi kemanfaatan (utilitarian) untuk kekerasan
            3. Keseimbangan  antara sumber-sumber daya koersif dan institusional dari pemberontak versus pemerintah/Negara.


5. Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner
            Gardner mulai merumuskan teori kognisi yang berlawanan dengan teori Piaget yang menyatakan bahwa inti dari pemikirannya adalah konsepsi tentang anak sebagai “bakal ilmuwan” (incipient scientist) yang hampir dikatakan “ilmuwan luar biasa” (preeminent scientist), dan teori psikometris yang berkenaan dengan konsep kecerdasan umum atau general intelligence atau “g”.
            Menurut Gardner, kemungkinan pemikiran dan kepandaian manusia sebenarnya dapat dijelaskan. Teorinya tidak seperti teori-teori lain dengan metode psikometri tradisional, bukan merupakan jawaban terhadap pertanyaan tersirat. Multiple Intelligence adalah jawaban pertanyaan tersurat, kemampuan kognitif apa yang memungkinkan manusia menjalankan peran-peran orang dewasa.
            Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gardner meniliti berbagai literature sains dan ilmu social untuk memperoleh kecerdasan potensial (candidate intelligence). Tidak hanya didukung oleh tes psikometri, kecerdasan juga dibuktikan dengan hasil dari tugas-tugas dalam psikologi eksperimental. Kecerdasan menunjukkan sekumpulan kegiatan pengolahan, yang dirancang oleh informasi yang relevan dengan kecerdasan itu (Kornhaber, 2003: 487).
            Dengan menggunakan criteria tersebut, Gardner mengidentifikasi delapan kecerdasan yang relative otonom, yakni: kecerdasan linguistic, logika matematika, spasial, kinestetik jasmaniah, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis (membuat kategorisasi dan menentukan ciri-ciri lingkungan).









BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungnnya dengan lingkungan. Tingkah laku tersebut meliputi yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak. Dalam perkembangannya, ilmu psikologi dikelompokkan dalam beberapa bidang yaitu: Psikologi Perkembangan, Psikologi Pendidian, Psikologi Sosial, Psikologi Industri, dan Psikologi Klinis.
2. Pendekatan dalam psikologi dibagi atas pendekatan neurolobiologis, pendekatan perilaku, pendekatan kognitif, pendekatan psikoanalitik, dan pendekatan fenomenologis. Pada dasarnya metode penelitian dapat dibedakan atas dua bagian yang besar, yaitu metode longitudinal dan metode crossectional. Dalam penelitian psikologi digunakan pula metode yang lain, yaitu metode eksperimental dan metode non-eksperimental. Metode eksperimental sengaja menimbulkan keadaan yang ingin diteliti. Sedangkan metode non-eksperimental, peneliti mencari atau menunggu sampa dijumpai keadaan atau situasi yang ingin diteliti, jadi mencari situasi yang ada dalam keadaan wajar (natural). Dapat pula dikemukakan metode-metode yang digunakan dalam lapangan psikologi, sebagai berikut: 1) Metode Introspeksi, 2) Metode introspeksi eksperimental, 3) Metode Ekstrospeksi, 4) Metode Kuisioner, 5) Metode Interview, 6) Metode Biografi, 7) Metode Analisis Karya, 8) Metode Klinis, 9) Metode Testing, dan 10) Metode Statistik.
3. Mahzab dalam ilmu psikologi dibagi menjadi psikologi eksperimental dan fisiologis, psikologi psikoanalisis, psikologi behaviorisme, psikologi gestalt, psikologi humanistik-existensialisme-fenomenologis, dan psikologi kognitif.
4. Konsep yang dikembangkan dalam ilmu psikologi yaitu: motivasi, konsep diri, sikap, persepsi, frustasi, sugesti, prestasi, crowding (kerumunan masa), imitasi, kesadaran, fantasi, personalitas, pikiran, insting atau naluri, dan mimpi.
5. Generalisasi dalam ilmu psikologi yaitu yang menjadi pemikiran umum dari motivasi, konsep diri, sikap, persepsi, frustasi, sugesti, prestasi, crowding (kerumunan masa), imitasi, kesadaran, fantasi, personalitas, pikiran, insting atau naluri, dan mimpi.

6. Teori-teori dalam ilmu psikologi dapat dibagi menjadi:
a. Teori Agresi Psikoanalisis Sigmund Freud
b. Teori Disonasi Kognitif Festinger
c. Teori Kepribadian Erich Fromm
d. Teori Deprivasi Relatif Gurr
e. Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner

3.2 SARAN
     Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, dengan pengertian bahwa ilmu ini mempelajari kondisi kejiwaan manusia. Karena, pada dasarnya bahwa manusia itu menghayati kehidupan kejiwaan berupa kegiatan berfikir, berfantasi, mengingat, sugesti, sedih dan senang, kemauaan, dan sebagainya. Pada zaman yang makin berkembang, psikologi dapat dimanfaatkan dalam cabang ilmu lainnya, disesuaikan dengan populernya suatu hal yang menjadi perhatian khalayak umum seperti ekonomi, politik, social, dan budaya. Peran psikologi mampu menyelusuri kondisi kejiwaan masing-masing kepribadian seseorang. Dengan demikian, suatu instansi atau komunitas yang kecil yang ada di dalam masyarakat bisa mengembangkan sumber daya manusia yang lebih baik demi perbaikan kualitas manusia itu sendiri.






           







DAFTAR PUSTAKA

Supardan, Dadang. 2009. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara. Cetakan ke-2
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi. Cetakan ke-4
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Cetakan Pertama
Sujanto, Agus. 1986. Psikologi Umum. Jakarta: Aksara Baru